Hidrogen hijau menjadi sorotan sebagai solusi energi bersih revolusioner yang berpotensi mengubah lanskap energi global. Diproduksi melalui elektrolisis air menggunakan sumber energi terbarukan seperti surya dan angin, inovasi ini menawarkan jalan menuju masa depan bebas emisi, khususnya untuk sektor industri berat dan transportasi yang sulit didekarbonisasi secara langsung.
Potensi dan Produksi Hidrogen Hijau
Hidrogen hijau dihasilkan dari elektrolisis air, sebuah proses yang memanfaatkan energi terbarukan murni seperti tenaga surya atau angin. Metode produksi yang bersih ini sangat fundamental dalam membedakannya dari hidrogen abu-abu yang bersumber dari bahan bakar fosil dan hidrogen biru yang masih bergantung pada teknologi penangkapan karbon. Potensi aplikasi hidrogen hijau sangat luas dan vital, khususnya untuk sektor-sektor industri berat yang dikenal sulit didekarbonisasi, serta dalam transportasi jarak jauh yang tidak mudah dijangkau oleh solusi elektrifikasi langsung.
Mengakui peran krusial ini, negara-negara maju seperti Jerman dan Jepang telah menginisiasi investasi besar-besaran. Mereka memposisikan hidrogen hijau sebagai elemen kunci dalam strategi dekarbonisasi ekonomi mereka, menandai pergeseran paradigma menuju sumber energi yang lebih berkelanjutan.
Tantangan, Investasi, dan Komitmen Global
Meskipun memiliki potensi besar, pengembangan hidrogen hijau menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Saat ini, biaya produksinya masih relatif tinggi, berkisar antara $3 hingga $8 per kilogram, jauh di atas hidrogen abu-abu yang hanya mencapai $1-$2 per kilogram. Tingginya biaya ini disebabkan oleh teknologi elektroliser yang masih dalam tahap pengembangan awal dan belum mencapai skala ekonomi optimal. Selain itu, pembangunan infrastruktur krusial, mulai dari fasilitas produksi, penyimpanan, hingga sistem transportasi, juga memerlukan investasi modal yang sangat besar.
Peningkatan efisiensi elektroliser masih esensial untuk menekan biaya produksi lebih lanjut. Para ahli memperkirakan bahwa dengan inovasi berkelanjutan dan pencapaian skala ekonomi, harga hidrogen hijau berpotensi turun secara signifikan, menembus kisaran $1.5-$2 per kilogram pada tahun 2030. Penurunan harga ini diharapkan akan mempercepat adopsi hidrogen hijau di berbagai sektor.
Pemerintah dan perusahaan di seluruh dunia berkompetisi dalam mengembangkan teknologi ini dan membangun ekosistem pendukungnya. Sebagai contoh, Australia tengah menjalankan proyek ambisius untuk membangun fasilitas produksi hidrogen hijau berskala gigawatt. Sementara itu, Uni Eropa telah menetapkan target produksi yang sangat ambisius, yaitu 10 juta ton hidrogen hijau pada tahun 2030, didukung oleh alokasi dana miliaran euro. Inisiatif ini menegaskan komitmen serius untuk menjadikan hidrogen hijau sebagai pilar utama transisi energi global.
Menurut Dr. Aisha Rahman, pakar energi dari Universitas Gadjah Mada,